Jakarta - Membuka bisnis kuliner hingga eksis lebih dari 50 tahun tentu tidaklah mudah, apalagi dengan kemunculan banyaknya makanan kekinian. Kendati demikian, Aroma Coto Gagak, salah satu restoran legendaris di Kota Makassar membuktikan bahwa keaslian cita rasanya mampu melekat di hati penikmat kuliner Coto Makassar.
Siapa sangka dari jualan hanya menggunakan gerobak dan tenda, Aroma Coto Gagak kini menjadi sebuah destinasi kuliner yang ramai dikunjungi wisatawan dari luar Kota Makassar. "Cikal bakalnya dulu namanya bukan Aroma Coto Gagak, jualan di gerobak tahun 1965," kata Arsyad Abidin, Manager Operational Aroma Coto Gagak melalui wawancara telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 24 April 2025.
Setelah H. Bandu Daeng Kammpa jualan menggunakan gerobak, usaha kuliner diambil alih anaknya, H. Djamaluddin Daeng Nassa pada 1974. Ia adalah penerus generasi kedua dan sejak saat itu digunakan nama Aroma Coto Gagak.
Penamaan Aroma Coto Gagak sendiri cukup unik. Gagak diambil dari lokasi jalan restoran itu dibuka, kemudian aroma adalah ciri khas resep bumbu beraroma Coto Makassar kaya rempah yang cita rasanya tetap sama selama setengah abad lebih.
Mulanya Coto Makassar adalah makanan yang oleh orang lokal disantap di pagi hari yaitu pukul 07.00-11.00 pagi. Tak heran kalau penyajiannya juga menggunakan mangkok kecil. Tapi berjalannya waktu buka hingga pukul 21.00 malam dan kini buka 24 jam karena kebanyakan tetap ramai di malam hari, karena didatangi wisatawan dari luar Kota Makassar.
Dibuat dengan 40 Jenis Bumbu
Meski laris manis dan menjadi destinasi kuliner wajib pendatang yang ke Makassar, namun Aroma Coto Gagak tidak membuka cabang. Menurut Arsyad, pemiliknya ingin tetap mempertahankan autentik cita rasa, aromanya, termasuk nama "gagak" karena lokasinya.
Untuk mempertahankan itu, proses pemasakannya juga masih menggunakan kayu bakar. Pemilihan bumbu dasar yang segar juga menjadikan rasanya tetap sama selama berpuluh tahun, hingga tak berniat membuat franchise.
Kuah Coto Makassar yang kecokelatan itu menurut Arsyad dibuat dengan 40 jenis bumbu yang disebut "patang puluh". "Tapi setelah dihitung nggak sampai 40, menurut orang dulu doa-doa dan ritual yang dilakukan koki saat memasaknya membuatnya jadi genap 40, karena bumbu yang dimaksud termasuk lahiriah dan batiniah," jelas Arsyad.
Jika menilik restorannya di Jl Gagak, pemiliknya juga tetap menyediakan tempat ala tenda yang semi outdoor, sama seperti warung makan mereka saat awal berdiri. Namun karena kebanyakan yang datang ke restoran ini adalah pendatang dari luar Kota Makassar, maka disediakan juga tempat indoor yang menggunakan penyejuk udara.
Coto Makassar Dulunya Hidangan untuk Raja
Arsyad juga bercerita tentang asal mula Coto Makassar yang menurutnya adalah hidangan untuk Raja di Kerajaan Gowa. Toa, nama koki tersebut memodifikasinya untuk bisa dinikmati rakyat jelata dengan mengganti isian daging menjadi jeroan seperti paruh, hati, maupun babat.
"Bagi orang lokal Coto Makassar ini makanan yang penuh energi (protein), dimakan saat sarapan, disajikan di mangkuk kecil dan dimakan bersama ketupat," terang Arsyad.
Autentiknya memang dimakan bersama ketupat yang tidak ditambahkan rasa apapun. Kemudian ada pula yang menikmatinya dengan buras karena itu di restorannya tetap disediakan buras, lontong yang dimasak dengan santan dan garam.
Saat Tim Lifestyle Liputan6.com mencobanya langsung di restoran saat kunjungan ke Makassar, Rabu, 23 April 2025, kuah Coto Makassar terasa berempah dengan tekstur yang cukup kental. Kuahnya sendiri menjadi harmoni begitu ditambahkan sambal dan perasan jeruk nipis, lalu dinikmati bersama kerupuk emping yang tersedia.
Sambal yang Khas dengan Tauco
Mengulik soal bumbu rempah Coto Makassar, Arsyad menyebutkan beberapa bumbu wajib seperti bawang putih, jintan, kacang tanah, serai, serta lengkuas. Di meja makan, pelanggan akan disediakan bawang goreng dan daun bawang yang melimpah untuk ditaburkan di atas kuah Coto Makassar.
Selain itu ada jeruk nipis untuk memberi cita rasa yang semakin sempurna pada kuah hitam kecokelatannya. Pelanggan yang menyukai rasa pedas juga bisa menambahkan sambal yang khas orang Makassar yaitu menggunakan tauco.
Per harinya Aroma Coto Makassar menjual sekitar 1.000 porsi, dengan harga Rp25.000 per porsi untuk Coto Makassar isian daging maupun jeroan. Sementara ketupat dan buras harganya Rp3.000 per buah.
Angka penjualan 1.000 porsi per hari ini menurut Arsyad, sudah termasuk untuk suplai pesanan perusahaan di bandara. Arsyad mengatakan, selain menjual Coto Makassar yang sudah jadi, pelanggan yang penasaran ingin membuat sendiri di rumah juga bisa membeli bumbu jadinya di rumah makan ini.
sumber : Liputan6.com
:strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,540,20,0)/kly-media-production/medias/5200803/original/075489100_1745766348-WhatsApp_Image_2025-04-27_at_21.14.22.jpeg)
:strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,540,20,0)/kly-media-production/medias/5200800/original/027408900_1745766308-WhatsApp_Image_2025-04-27_at_21.14.53.jpeg)
:strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,540,20,0)/kly-media-production/medias/5200826/original/028903900_1745770120-WhatsApp_Image_2025-04-27_at_23.08.00.jpeg)