Cukuplah syariat Islam pedomanku. Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Dengan agama inilah Allah Ta’ala menutup agama-agama sebelumnya. Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hamba-Nya sehingga rahmat, ampunan dan ridho bisa mereka raih lewat agama ini.
Namun, pada umumnya setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda-beda dalam menjalani kehidupan ini. Ada yang menempuh jalannya yang sesuai (diridhoi) oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, namun ada juga yang nyeleweng dari jalan-Nya. Dalam pandangan Islam gaya hidup manusia itu ada dua: pertama, gaya hidup Islami. Kedua, gaya hidup jahili.
Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Dan inilah gaya hidup orang kafir.
Gaya Hidup Islam, Harus!
Bila kita mengaku beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya maka, sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup yang Islami dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
Para mufassirin menafsirkan bahwa bergaya hidup Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim, dengan keyakinan setingkat ‘ainul yakin’ karena Islam adalah manhaj, metode, jalan yang telah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya tetapkan. Dan barangsiapa yang berpegang teguh di jalannya maka baginya surga. (Imam al-Qurthubi, Al-jami’ lil Ahkamil Qur’an, cet. II, jilid 9, hal. 274, versi syamila)
Namun, pada kenyataannya justru membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat Islam. Baik dari segi bergaul, barpakaian, sampi pada ranah ibadah.
Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah Saw . Beliau bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِيْ بِأَخْذِ الْقُرُوْنِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَفَارِسَ وَالرُّوْمِ. فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَـئِكَ. (رواه البخاري)
“Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari, no. 7319).
لَتَتَّبِعَنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوْهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى. قَالَ: فَمَنْ. (رواه البخاري)
“Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari, no. 7320 ).
Saudaraku, bukankah Rasulullah Saw melarang kita untuk menyerupai ber-tasyabbuh kepada orang kafir. Yang mana seluk beluk kehidupannya diatur dengan sistem jahili. Rasulullah Saw bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ. (رواه أبو داود)
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud, no. 4031).
Lalu apa maksud dari ber-tasyabbuh dari hadits di atas? Nuruddin al-Qori’ ketika menjelaskan hadits di atas berkata, “Menyerupai suatu kaum baik dalam berpakaian, prilaku, adat istiadat mereka dan lain sebagainya”. (Abul Hasan Nuruddin al-Qori, Mirqotul Mafatih Syarhu Miskatul Mashobih, cet. I, jilid 7, hal. 2782)
Tentu saja lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh ini masih cukup luas, intinya kita harus mencontoh prilaku para salaf ash-Sholeh jika kita mengaku umat Muhammad Saw yang beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Saudaraku, tentu kita tidak ingin ada dari keluarga kita yang disiksa di Neraka. Marilah kita kembali kepada jalan yang telah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya tetapkan. Cukuplah bagi kita syariat Allah Ta’ala dan Rasulnya sebagai pedoman kita. Kita bimbing keluarga kita agar selamat duania maupun akhirat. Wallahu Ta’ala ‘alam
Sumber: www.an-najah.net