Salah satu penyakit yang terjadi di masyarakat saat akan tiba pemilihan kepala daerah adalah adanya sebagian orang yang menyuap orang lain agar bisa terpilih menjadi pemimpin atau wakil rakyat. Tidak bisa dipungkiri, fenomena ini masih ada di sebagian tempat di Indonesia.
Lalu bagaimana Islam memandang suap dalam masalah pilkada? Apakah Islam jelas melarang perbuatan buruk tersebut atau seperti apa ia membacanya?
Dari Ibnu Umar RA, ia pernah berkata demikian:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.
Artinya: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313).
Melalui penjelasan ini jelas bahwa menyuap atas dasar apapun dan dilakukan oleh siapapun akan dilaknat, alias dilarang dalam agama. Bahkan tidak hanya yang memberi suap, orang yang menerimanya pun akan disiksa.
Larangan untuk melakukan suap dalam masalah pemilihan menjadi pemimpin di dunia karena menjadi pengusaha di dunia hanyalah sementara dan kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإمَارَةِ ، وَسَتَكونُ نَدَامَةًيَوْمَ القِيَامَة
Artinya: “Nanti engkau akan begitu tamak pada kekuasaan. Namun kelak di hari kiamat, engkau akan benar-benar menyesal” (HR. Bukhari no.7148).
Melalui tulisan pendek ini dapat disimpulkan bahwa hukum suap menyuap dalam pilkada hukumnya adalah haram. Kelak, pelakunya dan orang yang menerimanya akan disiksa.
sumber:
https://akurat.co/hukum-suap-menyuap-saat-pilkada-ini-kata-nabi