Ilustrasi Suhail bin Amr (Foto: Getty Images/rudall30)
Jakarta - Suhail bin Amr adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai tokoh terkemuka di Makkah dan seorang khatib atau orator ulung. Namanya tercatat dalam sejarah Islam sebagai sosok yang memiliki peran penting, baik sebelum maupun setelah masuk Islam.
Ia memeluk Islam setelah penaklukan Makkah, tepatnya usai peristiwa Pengepungan Thaif, dan sejak saat itu menjadi salah satu pendukung dakwah Rasulullah SAW. Menariknya, putranya, Abdullah bin Suhail, telah lebih dahulu memeluk Islam, menunjukkan bagaimana hidayah Allah SWT dapat datang kepada siapa saja, bahkan kepada keluarga seorang pemuka Quraisy.
Kisah Suhail bin Amr dari Tawanan Menjadi Syuhada
Diceritakan dalam buku Biografi 60 Sahabat Nabi oleh Khalid Muhammad, Suhail bin Amr adalah salah seorang tokoh Quraisy yang terkenal sebagai orator ulung dan pembela kemusyrikan di Makkah. Ia memiliki kedudukan tinggi di antara kaumnya dan dikenal sebagai orang yang cerdas serta tegas dalam pendirian.
Ketika Islam mulai menyebar di Makkah, Suhail termasuk golongan yang paling keras menentang ajaran Nabi Muhammad SAW. Ia menggunakan kefasihan bicaranya untuk membakar semangat kaum Quraisy agar menolak dakwah tauhid.
Namun, dalam Perang Badar, takdir membawanya ke tangan kaum muslimin sebagai tawanan perang. Di sinilah awal perubahan besar dalam hidup Suhail bin Amr dimulai.
Umar bin Al-Khattab melihatnya dan berkata kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, biarkan saya mencabut gigi seri Suhail agar ia tidak bisa lagi mencela engkau." Namun, Rasulullah SAW dengan lembut menolak permintaan itu.
Beliau bersabda, "Jangan, wahai Umar. Aku tidak akan merusak tubuh seseorang, karena nanti Allah akan merusak tubuhku, meskipun aku seorang Nabi." Kata-kata ini menunjukkan kebesaran jiwa dan kasih sayang Rasulullah SAW bahkan kepada musuhnya.
Kemudian Rasulullah SAW menarik Umar dan berkata, "Wahai Umar, mudah-mudahan suatu hari nanti pendirian Suhail akan berubah menjadi seperti yang kamu sukai." Ramalan itu kelak terbukti dengan cara yang menakjubkan.
Bertahun-tahun kemudian, Suhail diutus oleh Quraisy untuk menjadi wakil mereka dalam perundingan dengan Rasulullah SAW pada Perjanjian Hudaibiyah. Kedatangannya membuat kaum muslimin yakin bahwa Quraisy ingin berdamai, karena Suhail adalah tokoh yang paling dihormati di antara mereka.
Dalam perundingan itu, Suhail berusaha mempertahankan kepentingan Quraisy sebaik mungkin. Rasulullah SAW tetap bersikap sabar dan bijak, hingga kesepakatan damai pun tercapai tanpa pertumpahan darah.
Waktu terus berlalu hingga tibalah tahun ke-8 Hijriah. Rasulullah SAW bersama kaum muslimin berangkat menaklukkan Makkah setelah Quraisy melanggar perjanjian yang telah disepakati.
Makkah pun terbuka tanpa perlawanan berarti, dan kaum musyrik hanya bisa berdiri terpaku menyaksikan kemenangan Islam. Saat itulah, mereka menunggu keputusan Rasulullah SAW terhadap nasib mereka.
Dengan kelembutan yang luar biasa, Rasulullah SAW memandang mereka dan bersabda, "Wahai kaum Quraisy, menurut kalian apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?" Pertanyaan itu membuat suasana menjadi hening dan penuh harap.
Suhail bin Amr yang dahulu musuh besar Islam maju dan berkata, "Kami yakin engkau akan berbuat baik, karena engkau adalah saudara kami yang mulia, putra saudara kami yang mulia." Jawaban ini menunjukkan pengakuan tulus terhadap kemuliaan Rasulullah.
Rasulullah SAW kemudian tersenyum dan bersabda, "Pergilah kalian, karena kalian semua bebas." Kalimat itu menggema di hati setiap orang Quraisy, menghapus dendam dan menumbuhkan rasa cinta yang mendalam.
Suhail yang mendengar sabda tersebut merasa jiwanya terguncang. Ia menyadari betapa besar rahmat dan kasih sayang Nabi SAW kepada mereka yang dulu memusuhinya.
Sejak saat itu, ia memeluk Islam dengan hati yang ikhlas dan penuh kesadaran. Keislamannya bukan karena tekanan, melainkan karena kekaguman terhadap kebesaran akhlak Rasulullah SAW.
Setelah masuk Islam, Suhail berjanji akan menebus segala kesalahannya di masa lalu. Ia berkata dalam hatinya, setiap perbuatan buruk yang pernah ia lakukan terhadap kaum muslimin, akan ia balas dengan kebaikan dan perjuangan di jalan Allah SWT.
Ia menjadi seorang muslim yang tekun beribadah, rajin berpuasa, dan banyak menangis karena takut kepada Allah SWT. Dari seorang orator yang dulu menyerang Islam, kini ia menjadi juru dakwah yang menyeru kepada kebenaran.
Suhail juga menjadi prajurit yang tangguh di medan jihad. Ia berperang bersama kaum muslimin di banyak medan tempur, termasuk dalam pertempuran besar di Yarmuk melawan pasukan Romawi.
Dalam perang itu, Suhail berjuang dengan penuh semangat, menebus dosa masa lalunya dengan darah dan pengorbanan. Ia tidak pernah mundur dari pertempuran hingga akhirnya gugur sebagai syuhada.
Sebelum wafat, ia pernah berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Kedudukan seseorang di jalan Allah sesaat saja lebih baik daripada amalnya sepanjang usia.' Karena itu, aku tidak akan berhenti berjuang hingga mati." Ia pun menepati janjinya dengan syahid di jalan Allah SWT.
Demikianlah kisah Suhail bin Amr, dari tawanan musuh menjadi pahlawan Islam dan akhirnya syahid sebagai bukti ketulusan imannya. Kisahnya menjadi teladan bahwa hidayah Allah SWT mampu mengubah kebencian menjadi cinta dan kesesatan menjadi cahaya.
sumber : Hanif Hawari - detikHikmah